Di awal tahun, Pemerintah seharusnya memperbaiki koordinasi. Namun bisa dilihat di media swasta nasional yang memberitakan, Pemerintah terkesan kurangnya koordinasi terkait kebijakan Peraturan Presiden Nomor 60 tahun 2016. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan biaya urus BPKB dan STNK bukan usulan Kementerian Keuangan, karena Pemerintah melalu PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah memutuskan untuk menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan hasil pertimbangan dari usulan yang diajukan oleh Polri, dan telah ditandatangani oleh Presiden sejak 6 Desember 2016. Secara mengejutkan, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution memberikan keterangan pada 4 Januari 2016 bahwa Presiden mengingatkan kalau untuk tariff PNBP bagi pelayanan ke masyarakat janganlah naik tinggi-tinggi. Tindakan ini dinilai serampangan karena terlihat silih lempar. Jika sebenarnya bapak presiden tidak menginginkan kenaikan harga tinggi-tinggi lantas kenapa sampai adanya kenaikan pajak sampai 243.5%. maka kami menuntut agar bapak presiden mencabut PP nomor 60 tahun 2016 dan tidak menetapkan kebijakan yang serampangan.
Untuk menganggpu pencabutan subsidi listrik, Wakil Ketua Kadin Jabar Bidang Kemitraan dan Pemberdayaan Koperasi UMKM Iwan Gunawan, ditemui di Bandung, menilai pemilihan kebijakan yang mencabut subsidi sangat tidak tepat Karena bersamaan dengan semakin kuatnya ancaman ketidakpastian ekonomi global.Memang ada apa dengan ekonomi global jika kenaikan harga TDL terjadi. Per 1 Januari 2017 dari Rp 605/kWh menjadi Rp 791/kWh Per 1 Maret 2017 menjadi Rp 1.034/kWh Per 1 Mei 2017menjadi Rp 1.352/kWh Per 1 Juli 2017 menjadi Rp 1467,28/kWh Per 1 Juli 2017 akan naik 242,5 % Menurut kajian yang telah dilakukan oleh BEM KM ITB, Pemerintah menyatakan bahwa terdapat 18,8 Juta pelanggan dari 22,9 juta rumah tangga ialah golongan mampu yang tidak berhak mendapatkan subsidi listrik dan hanya 4,1 juta pelanggan yang berhak mendapatkan subsidi. Akan tetapi pencabutan bertahap ini tentu secara makro akan mendorong peningkatan inflasi selain memperluas ruang fiskal, dan secara mikro akan melemahkan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah yang menjadi pelanggan utama listrik berdaya 900VA. Masyarakat yang terkena dampak tentu akan merasakan “pemiskinan relatif” yang disebabkan oleh berkurangnya pendapatan yang diterima mereka karena kebutuhan pengeluaran yang perlu ditunaikan untuk membayar listrik yang melonjak 143% hingga Mei 2017.. Masyarakat sekarang sudah resah akan berita kenaikan listrik dan kenaikan BBM non-subsidi. Yang jadi bahan sorotan kita kenapa Badan Usaha yang menetapkan kenaikan harga? Tindakan tersebut bertentangan dengan PP nomor 191 Tahun 2014. Dalam Putusan MK Perkara Nomor 002/PUU-I/2003, telah ditentukan bahwa ketentuan Harga BBM yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Maka dengan kondisi saat ini seharusnya tindakan pemerintah yang tepat adalah meningkatkan daya beli masyarakat dan daya saing produk, bukan mengganggu daya beli. Harga harga pasar yang terjadi saat ini beberapa mengalami kenaikan. Yang terjadi pada kenaikan harga bahan pokok diantaranya
Manado naik 3,7% menjadi Rp27.800 per kg. Bandung naik 3,1% menjadi Rp33.000 per kg.
Manado naik 36,7% menjadi Rp38.950 per kg. Semarang naik 23 % menjadi Rp68.400/kg. DKI Jakarta naik 22,6% menjadi Rp76.360/kg. Jayapura naik 11,1% menjadi Rp66.670/kg. Menanggapi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia, kami meminta pemerintah dalam pengawasan terhadap tenaga kerja asing yang telah di tempatkan harus di awasi dengan baik. Berkaca dari kasus yang terjadi belakangan ini, ada beberapa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia secara Illegal. Kasus tersebut terjadi di serang, dan Sulawesi. Serta beberapa posisi strategis seperti seperti Direktur salah satunya beberapa BUMN di pegang oleh TKA. Walau dalam peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”), jabatan yang dilarang untuk TKA hanya jabatan yang mengurusi personalia dan jabatan-jabatan tertentu yang diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri. Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing. Maka sudah tentunya kita menjaga agar kepentingan asing tidak masuk ke Indonesia dan memecah NKRI Karena kepentingan pribadi atau kelompok. Karena melihat kondisi ini, kami mahasiswa aliansi BEM Seluruh Indonesia wilayah Jawa Barat menyatakan sikap :
Senantiasa mengawal dan menyuarakan untuk perjuangan kebijakan yang pro rakyat. Hidup Mahasiswa! TTD BEM Seluruh Indonesia Koordinator Wilayah Jawa Barat Presiden BEM REMA UPI Ahmad Fauzi Ridwan Referensi : http://economy.okezone.com/topic/3967/harga-bahan-pokok (diakses 10 Januari 2016). http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/01/03/kadin-jabar-tolak-kenaikan-tarif-listrik- awal-2017-389516 (diakses 10 Januari 2016) Catatan dari Kominfo BEM Polman: Rilis pers ini sudah mengalami penyuntingan pada beberapa kesalahan penulisan tanpa mengubah isi dari rilis ini. Narahubung: Teddy S. Apriana (Line: teddy.s.apriana); Iqbal Fauzul (Line: iqbalfauzul) Pada tanggal 30 Agustus 2016, BEM-KM Polman Bandung menggelar kajian di internal BEM, untuk membahas isu terkini yang sedang hangat di Tanah Air. Pada kesempatan kali ini, BEM-KM Polman Bandung mengkaji mengenai adanya isu kenaikan harga rokok di Indonesia.
Menurut data yang didapat dari BBC Indonesia, bahwa isu kenaikan harga rokok ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena jumlah konsumsi rokok di Indonesia yang cenderung tinggi. Apalagi, sekarang ini anak-anak berusia kurang dari 17 tahun pun sudah mulai mengkonsumsi rokok agar dianggap “keren”. Selain itu, masyarakat dengan kemampuan ekonomi ke bawah juga banyak yang mengkonsumsi rokok. Bahkan, rokok dianggap sebagai kebutuhan pokok selain beras. Hal tersebut disinyalir terjadi karena harga rokok yang terjangkau bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia, termasuk masyarakat dengan kemampuan ekonomi ke bawah. Cukup mengeluarkan uang kurang dari Rp 2.000,- saja, masyarakat sudah bisa menikmati rokok walaupun hanya sebatang. Logikanya, jika harga rokok naik, maka masyarakat akan berpikir 2 kali untuk menjadikan rokok sebagai kebutuhan pokok dan lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya yang lebih bermanfaat ketimbang rokok. Sehingga, pecandu rokok bisa berkurang dan rokok menjadi sulit diakses oleh anak-anak berusia kurang dari 17 tahun. Selain itu, BEM-KM Polman Bandung juga mendapat data berupa infografik, dimana infografik tersebut membahas mengenai potensi pendapatan negara melalui cukai rokok yang sangat tinggi setelah minuman keras, juga terdapat jumlah lapangan pekerjaan yang diciptakan dari pabrik rokok tersebut. Selain itu, dalam data tersebut mencatat, bahwa Pemerintah harus menanggung biaya penanganan kesehatan akibat merokok yang jauh lebih besar ketimbang pendapatan negara dalam cukai rokok. Jika cukai rokok dinaikkan, maka harga rokok pun akan ikut naik, dan pendapatan negara dari cukai rokok bisa untuk mencukupi biaya untuk menangani kesehatan akibat rokok, yang juga biaya tersebut akan turun karena sadarnya masyarakat akan bahaya rokok dan turunnya daya beli masyarakat terhadap rokok. Namun jika harga rokok dinaikkan, dikhawatirkan masyarakat yang berkecimpung di industri rokok terancam kehilangan pekerjaan karena turunnya minat konsumen dalam membeli rokok. Industri yang berkecimpung di dalam produksi rokok bukan hanya pabrik rokok saja. Industri ini juga mencakup petani tembakau, petani cengkeh, dan retail yang menjadi pendukung dalam produksi rokok ini. Apalagi, masih banyak industri rokok di Indonesia yang masih menggunakan tenaga manusia dalam proses produksi rokok. Selain itu, dikhawatirkan akan adanya rokok ilegal yang diseludupkan dari luar negeri, sehingga berpotensi mengurangi pendapatan negara. Tingkat kriminalitas juga akan menjadi naik karena sulitnya masyarakat, terutama masyarakat golongan ekonomi ke bawah, dalam melepas candunya terhadap rokok. Sehingga akan timbul peristiwa kejahatan terbaru agar mereka setidaknya dapat menghirup asap rokok apapun caranya. Langkah Pemerintah dalam menaikkan harga rokok juga dianggap sebagai langkah yang terburu-buru karena dianggap tidak memikirkan dampaknya bagi masyarakat. Pemerintah juga dianggap hanya memikirkan keuntungan semata jika melihat dari potensi pendapatan negara dari cukai rokok yang sangat tinggi, membuat beberapa masyarakat mencurigai Pemerintah sedang menyiapkan “sumber dana” baru untuk menjadi “lahan basah” korupsi. “Kemana keuntungan dari kenaikkan harga rokok tersebut?” Itulah yang menjadi pertanyaan bagi beberapa masyarakat tersebut. Hal yang menarik dari industri rokok di Indonesia ini adalah, banyak promosi iklan rokok dalam bentuk reklame dimana-mana. Banyak iklan rokok yang menunjukkan “kerennya” seorang perokok dalam menjalani kehidupan. Karena itu, banyak masyarakat yang tertarik untuk mengkonsumsi rokok. yang harganya pun cukup murah. Siapa yang tak mau menjadi keren hanya dengan mengeluarkan biaya yang sedikit? Di media sosial sendiri, isu kenaikan harga rokok dianggap sebagai “pengalihan isu” karena banyak dari berita di media sosial tersebut belum dikonfirmasi oleh Pemerintah. Selain itu, adanya artikel yang menceritakan pengalaman seorang pegawai rokok yang sedang ngobrol santai dengan pemilik industri rokok tempatnya bekerja. Dimana pemilik industri rokok tersebut malah tidak mengkonsumsi rokok karena dia tahu bahwa produknya itu berbahaya dan hanya ditujukan untuk orang-orang yang tidak bisa membaca peringatan pada bungkus rokok. Apalagi, menurut sebuah survei, beberapa orang terkaya di Indonesia merupakan pemilik pabrik rokok. Dalam menanggapi isu kenaikan harga rokok di Indonesia, BEM-KM Polman Bandung menyatakan sikap MENDUKUNG langkah pemerintah untuk menaikkan harga rokok. Alasan kami menyatakan sikap tersebut karena:
KEMENTERIAN LUAR NEGERI BEM-KM POLMAN BANDUNG KABINET KOMANDO 2016-2017 |
PengelolaKementerian Kominfo BEM-KM Polman Bandung ArsipKategori |