Nasi Goreng, sebuah makanan yang lazim kita temukan setiap hari. Mulai dari restoran kaki lima hingga bintang satu, namanya selalu ada dalam daftar menu. Variannya pun banyak, mulai yang biasa sampai yang spesial. Mulai yang memakai bahan tambahan seperti sosis, hingga yang memakai daging kambing. Yang membedakan tentu saja dari harganya. Pada intinya, nasi goreng hanyalah setumpuk nasi yang diolah dengan minyak, telur, kecap bagi yang suka rasa manis, dan tentu saja, bumbu. Tidak mungkin sebuah sajian nasi goreng bisa nikmat tanpa ditambah oleh bumbu. Jika Anda sering memesan nasi goreng di gerobak kaki lima, Anda pasti selalu melihat tukang nasi goreng mempunyai "semacam" bumbu rahasia yang dimasukkan terlebih dahulu sebelum nasi dan telur. Kadang saya penasaran, apa semua bumbu nasi goreng yang dimiliki oleh tukang nasi goreng gerobak ini selalu sama? Apa mereka sebelumnya menggelar pertemuan antara sesama tukang nasi goreng gerobak untuk menentukan "bumbu rahasia" yang mempermudah mereka saat memasak di mana saja? Sayangnya, saya bukan tukang nasi goreng gerobak. Dan ketika saya tanyakan kepada tukang nasi goreng gerobak langganan saya, dia hanya tersenyum sembari bilang "Ah, itu mah udah rahasia dapur lah dek hehe." Tetapi, yang akan saya bahas di sini bukanlah membahas "bumbu rahasia" nasi goreng tersebut. Lebih baik kita membiarkan "bumbu rahasia" tukang nasi goreng tersebut menjadi sebuah misteri, kecuali jika Anda memang berkeinginan untuk mencari tahu. Saya akan membahas hal yang mirip dengan bumbu nasi goreng, yang jika tidak ada maka rasanya akan hambar. "Bumbu" yang akan saya bahas kali ini adalah Humas, atau Hubungan Masyarakat. Mengapa Humas disamakan dengan bumbu? Karena Humas adalah penyambung lidah sebuah perusahaan atau organisasi kepada masyarakat. Fungsi Humas kurang lebih seperti "bumbu", yaitu mempresentasikan sebuah "rasa" dari suatu organisasi. Maksud "rasa" di sini bukanlah rasa yang biasa kita rasakan dengan lidah kita, melainkan bagaimana pergerakan organisasi tersebut menurut masyarakat. Yup, jika diibaratkan kembali dengan analogi nasi goreng, bumbu adalah bagian humasnya, nasi goreng adalah organisasinya, dan lidah kita adalah masyarakatnya. Apa Anda sudah mengerti maksud analogi yang saya jelaskan? Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), hubungan adalah keadaan berhubungan atau kontak, sedangkan masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Singkatnya, hubungan masyarakat berarti adanya kontak dengan masyarakat. Jika sebuah organisasi tidak memiliki bagian Humas, maka bisa dibilang organisasi tersebut "tidak" memiliki kontak dengan masyarakat. Sebentar, masyarakat mana yang dimaksud di sini? Melihat dari pengertian masyarakat menurut KBBI, masyarakat yang ditangani oleh humas bisa berada di lingkungan yang berbeda. Contoh yang paling dekat dengan kita, masyarakat kampus atau civitas akademika dan masyarakat umum. Keduanya terikat dengan kebudayaan yang berbeda. Civitas akademika dikenal dengan kebudayaan yang terpelajar, sedangkan kebudayaan di masyarakat umum sangat luas dan belum spesifik. Itu kenapa, masyarakat umum menganggap bahwa orang yang sekolah adalah kaum yang terpelajar dan bisa menjadi tauladan bagi lingkungan masyarakat agar lingkungannya menjadi lebih baik. Mengapa sebuah organisasi membutuhkan bagian Humas? Karena bagian Humas merupakan tampilan awal yang dilihat oleh masyarakat dalam melihat sebuah organisasi. Kembali ke analogi nasi goreng, kita bisa melihat bumbu apa saja yang dimasukkan dalam sepiring nasi goreng berdasarkan warna, rasa, dan aroma dari nasi goreng tersebut. Maka, peran bagian Humas dalam organisasi sangatlah penting, karena bagian Humas memperkenalkan tujuan organisasi, kegiatan apa saja yang dilakukan, serta peran serta organisasi tersebut kepada masyarakat. Selain itu, fungsi bagian humas juga menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dengan organisasi, termasuk menanggapi kritik, saran, dan aspirasi dari masyarakat. Tidak mungkin ada organisasi yang terbentuk secara sempurna. Pasti akan ada kekurangan yang dikomentari oleh masyarakat. Sebagai jembatan penghubung, bagian Humas mentransfer aspirasi tersebut kepada organisasi, untuk selanjutnya diolah dan jawaban dari aspirasi tersebut ditransfer kembali oleh Humas kepada masyarakat. Apalagi di zaman media online saat ini, bagian Humas merupakan sebuah komponen wajib yang harus dimiliki oleh organisasi. Sebuah organisasi sudah tidak perlu bersusah payah melakukan sosialisasi dan publikasi melalui media mainstream (seperti media cetak dan media elektronik), cukup dilakukan di media online, maka organisasi tersebut sudah bisa melakukan publikasi dan sosialisasi dengan biaya yang cukup murah, bahkan tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun. Menanggapi aspirasi dan menjawabnya pun cukup dengan ketikan jari. Media online di sini tak melulu soal media sosial, melainkan juga situs berita online, website, blog, vlog, dan layanan online lainnya. Nah, bicara soal hubungan masyarakat, saya akan bercerita sedikit soal pengalaman saya mendaftar sebagai mahasiswa di politeknik pertama di Indonesia ini. Saya yakin, pengalaman saya ini juga dialami oleh beberapa pembaca, mungkin Anda juga salah satunya. Dulu, saya ingat betapa susahnya mencari referensi soal Polman. Saya hanya menemui informasi seputar Polman dari situs resminya, itupun juga kurang lengkap. Saya berinisiatif mencari hal-hal seputar Polman di dunia maya. Namun, hasilnya sungguh mengecewakan. Hampir tidak ada konten seputar Polman di dunia maya yang up-to-date. Sangat berbeda jauh dengan politeknik tetangga di Ciwaruga itu. Bagian Humas dari institusinya aktif dalam menginformasikan seputar politeknik tersebut. Tak hanya bagian Humasnya, tetapi mahasiswanya juga aktif dalam memberi informasi seputar politeknik yang nama jadulnya mirip dengan nama jadul politeknik kita tercinta. Tentu saja, sudut pandang yang diambil oleh keduanya berbeda. Bagian Humas dari institusi hanya menginformasikan 100% yang "baik-nya" saja, sedangkan mahasiswanya cenderung menginformasikan 70% yang baik dan 30% yang buruk. Bagi saya, hal tersebut wajar. Namun, sebuah pertanyaan besar timbul dari benak saya: Mengapa informasi seputar Polman jarang diupdate? Dan walaupun ada, hanya sedikit sekali di dunia maya? Akhirnya saya diterima di politeknik ini, dengan segala kekurangan yang saya temui sendiri. Mulai dari sistem perkuliahannya yang terasa seperti "back to school", kewajiban mengikuti organisasi HMJ dan UKM, dan lain-lain. Singkat cerita, saya mengikuti 3 organisasi mahasiswa di sini, yaitu HMJ di jurusan saya, UKM Pers, dan BEM-KM. Dan di BEM-KM ini, saya terpilih menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi, yang didalamnya terdapat 2 divisi utama, yaitu Divisi Kreatifitas dan Divisi Media Sosial. Divisi yang disebut terakhir mengundang pertanyaan bagi saya. "Hmmm kok namanya cuma Media Sosial saja? Apa ini bagian humas di organisasi ini?" Dan dengan kuasa saya sebagai menteri, akhirnya saya mengubah nama divisi tersebut menjadi Divisi Humas dan Media Sosial. Humas di sini berarti menangani hubungan dengan masyarakat di internal dan eksternal kampus, dan Media Sosial menegaskan bahwa divisi ini adalah pengelola media sosial di BEM-KM. Setelah saya merasakan "susahnya" sebagai menteri selama setengah periode, saya baru menyadari sesuatu. Suatu hal yang seharusnya sudah saya rasakan semenjak pertama menjabat sebagai menteri. Suatu hal yang malah harusnya sudah ada sebelum saya masuk di politeknik ini. Hal besar yang dianggap sepele oleh institusi. Yup, saya membicarakan soal kelemahan terbesar politeknik yang kita banggakan ini. Kelemahan yang membuat saya sedikit kesulitan mencari tahu soal politeknik ini. Dan kelemahan tersebut mungkin menjadi jawaban bagi pertanyaan besar saya di 2 paragraf sebelum paragraf ini. Kelemahan tersebut adalah: Politeknik kebanggaan kita ini tidak memiliki bagian Humas. Saya pun membandingkan politeknik tempat saya belajar ini dengan politeknik lainnya di Indonesia. Semua politeknik dan perguruan tinggi di Indonesia sudah memiliki bagian humas. UPI, UI, ITB, Unisba, Unpas, Polban, dan bahkan politeknik nomor 1 di Indonesia saat ini, PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya), juga memiliki bagian humas. Jujur, saya sempat minder dengan politeknik saya sendiri setelah melihat fakta tersebut. Untuk menjawab rasa penasaran saya, saya akhirnya melakukan penelusuran terhadap suatu bagian di institusi yang berkaitan dengan TI (teknologi dan informasi). Karena bagian Humas pasti sangat terikat dengan dunia TI. Saya bertemu dengan mantan Kepala UPT Puskomedia (Perpustakaan, Komputer, dan Multimedia), Pak Yoyok. Beliau mengatakan bahwa memang seharusnya Polman memiliki bagian Humas. Beliau menambahkan, bagian mereka pernah "terpaksa" mengikuti salah satu pertemuan dengan bagian humas perguruan tinggi se-Indonesia. Mereka bisa dibilang "minder" karena mungkin hanya mereka satu-satunya perwakilan dari perguruan tinggi yang bukan bagian humas. Saya juga menemui salah satu karyawan di bagian tersebut, Pak Pramudiya, yang juga menjadi pembina di UKM saya. Beliau setuju dengan pendapat saya, bahwa Polman memang membutuhkan bagian Humas. Beliau mengatakan bahwa sudah lama beliau mengajukan adanya bagian humas di politeknik yang berlambang segi enam ini. Namun, pihak institusi menilai bahwa mereka belum perlu bagian tersebut. Pada suatu kesempatan, saya bertemu dengan pihak direksi, yang waktu itu diwakili oleh Wakil Direktur 2, Pak Aris Budiyarto. Beliau menjelaskan bahwa memang politeknik kita itu unik jika dibandingkan dengan politeknik lainnya, bahkan semua PTN di Indonesia. Salah satu uniknya adalah memiliki UPT Logistik dan tidak memiliki bagian humas. Beliau juga mengiyakan bahwa politeknik kita ini sangat terlambat. Kabar baiknya, beliau menambahkan bahwa saat formasi direksi baru yang akan dimulai akhir tahun ini, sedang dipersiapkan pembentukkan bagian humas di pihak institusi. Agar nantinya pekerjaan humas bisa dikerjakan oleh bagian humas, bukan UPT Puskomedia. Saya pun bisa bernafas lega karena akhirnya ada keinginan dari institusi untuk berubah dan memiliki bagian humas agar tidak kalah bersaing dengan politeknik lainnya di Indonesia. Setidaknya sih, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Yah, walaupun terlambatnya lama sekali. Maka dari hasil penelusuran saya tersebut, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa politeknik kebanggaan kita ini memang tidak memiliki bagian Humas, dan pekerjaan humas di sini malah dilakukan oleh UPT Puskomedia. Itu bisa menjadi jawaban dari pertanyaan besar saya sebelumnya. Namun, bagaimana bisa politeknik ini bisa bertahan selama kurang lebih 40 tahun tanpa bagian Humas? Mungkin, salah satu penyebabnya karena nama Polman belum terlalu tersebar luas dibanding nama PMS-ITB. Yang sangat saya sayangkan, civitas akademika kita masih ada yang belum move on dari nama PMS-ITB. Padahal, nama tersebut sudah tidak dipakai sejak tahun 1995. Saya sendiri pun kadang "terpaksa" mengenalkan nama PMS-ITB kepada orang yang menanyakan tempat saya kuliah dimana, tetapi jika orang tersebut memang tidak tahu nama Polman. Lalu, saya melihat beberapa mahasiswa yang melakukan pencarian dana kegiatan mahasiswa melalui penjualan atribut "tidak resmi dari Polman" yang masih mencantumkan nama PMS-ITB. Dan masih banyak bukti "gagal move on"-nya kita terhadap PMS-ITB. Yup, mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa civitas akademika kita masih belum bisa move on dari nama PMS-ITB. Saya berharap, pernyataan Wadir 2 akan adanya bagian humas di Polman bisa terwujud. Jikalau memang terwujud, saya rasa tugas bagian humas Polman sangat banyak. Selain memperkenalkan Polman ke masyarakat dan mensinergikan komunikasi di internal kampus, mereka juga memiliki pekerjaan rumah yang sudah terlalu lama dipendam selama 20 tahun, yaitu memperkenalkan nama baru PMS-ITB, yaitu Polman, kepada masyarakat. Tugas besar yang juga harus didukung oleh mahasiswanya yang aktif dalam memperkenalkan politeknik kebanggaan mereka kepada masyarakat, tentu saja dengan menggunakan nama Polman, bukan lagi PMS-ITB. Lalu, apa usaha kita sebagai mahasiswa agar dapat memperkenalkan nama Polman kepada masyarakat? Sebagai mahasiswa, kita tidak mungkin memperkenalkan semua yang ada di Polman kepada masyarakat, namun kita bisa memperkenalkan kegiatan kita sebagai mahasiswa di Polman. Itu mengapa, saya menginisiasi sebuah proyek besar yang akan memperkaya informasi seputar mahasiswa Polman di dunia maya. Proyek besar yang mungkin manfaatnya tidak akan terasa dalam jangka pendek, namun saya harapkan manfaatnya muncul dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Proyek besar tersebut saya namai Kominfo KM Polman Bandung 2.0 . Adanya sinergi antara mahasiswa dan institusi dalam memperkenalkan Polman kepada masyarakat, menandakan bahwa politeknik kebanggan kita ini sudah mau menunjukkan diri sebagai pelopor politeknik di Indonesia, yah walaupun pelaksanaannya terlambat. Perjuangan tersebut baru saja dimulai saat ini dan kita lihat hasilnya di masa mendatang. Kita sebagai generasi penggerak pun harus mau untuk menunjukkan kebanggan kita sebagai mahasiswa Polman. Sudah saatnya di zaman serba maju ini, kita mengharumkan nama Polman kepada masyarakat luas, seharum dan sewangi nasi goreng yang baru selesai dimasak. Diketik di Bandung, di bawah langit hitam nan dingin di saat tukang nasi goreng gerobak mulai mencari pundi rezeki, Teddy Sukma Apriana Menteri Komunikasi dan Informasi Kabinet Komando 2016-2017 BEM-KM Polman Bandung Mengetahui Dhani Rhamadani Presiden KM Polman Bandung 2016-2017 |
Kementerian Kominfo
Kementrian yang berfokus pada kemajuan informasi dan komunikasi Keluarga Mahasiswa Polman Archives
November 2016
Categories
All
|