Dalam rangka pelaksanaan Kompas ITB (Kongres Pemuda dan Pasaraya Politik ITB) 2016, KM ITB menggelar talkshow yang bertemakan “Apa itu Mahasiswa? Bagaimana Peran Mahasiswa Dewasa Ini?” pada hari Sabtu (5/11/2016) di Gedung Oktagon, Kampus ITB, Bandung. Pembicara dalam talkshow tersebut ada 2 orang, yaitu Arfi Rafnialdi (Lulusan Teknik Sipil 1996, Advisor Walikota Bandung, Ketua IA-ITB Jabar Periode 2016 – 2020), dan Ridwansyah Yusuf (Teknik Planologi ITB2005, Presiden KM ITB 2009/2010, Co-Founder Bandung Strategic Leadership Forum). Teddy S. Apriana, Menteri Kominfo Kabinet Komando 2016, berkesempatan untuk menghadiri talkshow tersebut atas undangan dari BEM-SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia) Jawa Barat. Dalam talkshow tersebut, Arfi Rafnialdi berpendapat, bahwa berorganisasi di kampus bisa memperluas jangkauan pertemanan dan karir di masa depan. Dengan berorganisasi, kita bisa mengetahui masa depan kita nanti seperti apa. Selain itu, beliau menjelaskan tugas mahasiswa untuk bangsa ada 3, yaitu:
Menurut dia, mahasiswa harus memiliki 3 kemampuan untuk bisa mengelola dunia, yaitu hardskill, softskill, dan lifeskill. Hardskill tentu bisa didapatkan dari ilmu-ilmu yang dipelajari di kampus. Softskill bisa didapatkan dari pengalaman berorganisasi di kampus. Dan lifeskill atau idealisme bisa didapat dari ilmu-ilmu di luar ilmu hardskill yang didapat dan sangat mempengaruhi kehidupan. Lifeskill atau ideologi ibarat pohon. Dimana semakin tinggi pohon, maka akar yang terdapat di bawah tanah akan semakin menjalar ke dalam. Setelah mahasiswa memiliki ketiga kemampuan tersebut, maka mahasiswa akan siap untuk mengelola dunia. Dan kampus merupakan tempat terbaik untuk mempersiapkan diri sebagai pengelola dunia. Dalam talkshow tersebut, sempat ada pertanyaan dari panitia mengenai perbedaan kegiatan kemahasiswaan dulu dan sekarang. Dan bagaimana jika ditinjau dari sisi sosial politik. Menurut Arfi sebagai mahasiswa yang pernah merasakan “masa transisi” dari era Orde Baru ke era Reformasi, mahasiswa tidak bisa lepas dari sisi eksternal kampus. Karena mahasiswa merupakan warga negara yang juga warga dunia. Selain itu, mahasiswa dahulu identik dengan perlawanan karena kondisi negara saat itu, dimana rakyatnya bertumpu pada mahasiswa untuk melakukan perubahan. Perbedaan selanjutnya terletak pada komunikasi antara mahasiswa dan pihak institusi kampus, Setelah reformasi baru saja terjadi, pergerakan mahasiswa agak arogan terhadap pihak insitusi kampus karena faktor sejarah pergerakan mahasiswa 1998. Barulah pada awal tahun 2000-an, pergerakan mahasiswa mulai berkolaborasi dengan pihak institusi. Perbedaan lainnya, pergerakan mahasiswa di tahun 80-an didasari oleh kasus yang terjadi di dunia pertanian, seperti kasus kepemilikan tanah, dan lain-lain. Hal tersebut lantaran kondisi mahasiswa tahun 80-an yang mayoritas pekerjaan orang tuanya adalah petani dari berbagai daerah. Tahun 90-an, masalah yang diawasi oleh mahasiswa mulai bergeser ke arah sosial politik karena kondisi masyarakat tahun 90-an yang sudah menuju ke arah masyarakat metropolitan. Namun, ada satu kesamaan yang terdapat dari 2 era pergerakan tersebut, yaitu pergerakan mahasiswa dahulu berkolaborasi dengan pergerakan rakyat. Lain cerita dengan yang dialamai oleh Ridwansyah, yang merasakan kondisi pergerakan mahasiswa setelah reformasi. Pergerakan mahasiswa dulu dan sekarang hampir sama, termasuk masalah kondisi personal mahasiswa, seperti masalah fokus pada akademik, tidak ada dana, kekhawatiran terhadap masa depan setelah kuliah. Hanya yang membedakan adalah perkembangan zaman saat ini. Kondisi personal mahasiswa bisa mempengaruhi pergerakan mahasiswa. Bahkan, setelah reformasi, timbul kegalauan di kalangan mahasiswa yang menimbulkan pertanyaan, “Apa puncak pergerakan mahasiswa selanjutnya?” Dia menambahkan, adanya media dan media sosial juga turut mengubah pergerakan masyarakat saat ini. Karena media, baik media mainstream dan media sosial, ekskalasi (mengumpulkan massa) yang sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa, kini orang biasa yang kurang berpengalaman pun bisa melakukannya. Seiring berkembangnya zaman saat ini, dia mempunyai satu pertanyaan besar: Kenapa mahasiswa tidak bisa move on dari metode dan tahapan komunikasi yang lama,walaupun nilai dasar dari pergerakannya masih sama? Dia mencontohkan perubahan metode dari kisah Nabi dalam sejarah Islam yang disinkronkan dengan perkembangan zaman saat itu. Nabi Musa AS yang memiliki mukjizat bisa mengubah tongkat menjadi ular karena pada saat itu ilmu sihir sedang berkembang. Lalu cerita mukjizat Nabi Isa AS yang bisa menghidupkan orang mati karena pada saat itu ilmu kesehatan sedang berkembang. Dan mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW yaitu Al-Quran, bisa terjadi karena pada saat itu dunia sastra sedang berkembang. Dari ketiga mukjizat nabi tersebut, dia berkesimpulan bahwa nilai dasar dari setiap mukjizat tetap sama, yaitu untuk meyakinkan kuasa Allah SWT. Namun cara penyampaiannya dibedakan sesuai dengan kondisi zaman saat itu. Dia juga menyayangkan mahasiswa zaman sekarang yang belum bisa mengembangkan nilai dasar dari sebuah pergerakan untuk dilaksanakan. Dia menambahkan mahasiswa harus berani mengubah metode, tanpa mengubah nilai dasar dari pergerakan tersebut. Dia tidak merekomendasikan untuk melakukan demo, walaupun bukan berarti demo tidak boleh. Mahasiswa harus bisa menyampaikan aspirasi dengan semangat profesionalitas. Tantangan mahasiswa di masa kini adalah bagaimana menggerakkan pemuda untuk membangun bangsa. Jika pemuda di suatu bangsa sangat produktif, maka bangsanya pun bisa maju. Hal itulah yang sedang terjadi di India dan Cina. Untuk menjawab tantangan tersebut, mahasiswa harus bisa merubah metode pergerakan agar peran mahasiswa dalam memecahkan masalah yang terjadi di sekitar kita bisa lebih terasa dan kompatibel di masa kini. Setelah pertanyaan dari panitia dijawab, panitia memberikan kesempatan kepada penonton untuk bertanya. Salah satu penonton bertanya,bagaimana cara menggerakan mahasiswa agar bisa melakukan perubahan? Menurut Ridwansyah, mahasiswa harus bisa mengingatkan kepada pemimpin agar tidak tergoda puji dan puja serta tidak memiliki jiwa megaloman (merasa paling benar). Jika pemimpin tidak bertemu dengan kelompok yang tidak menyukainya, maka “ledakan” akan mudah terjadi. Hal tersebut terjadi saat konflik di Mesir beberapa tahun yang lalu, dimana presiden saat itu lebih memilih untuk bertemu dengan pendukungnya ketimbang bertemu dengan penentangnya yang justru adalah mayoritas. Ada juga pertanyaan dari penonton mengenai cara untuk menjadi seorang pemimpin yang bisa diandalkan? Menurut Arfi, cara untuk menjadi pemimpin dalam sebuah lingkungan adalah menjawab semua tantangan yang hadir. Contohnya dalam kehidupan adalah seringkali orang ingin berbuat perubahan dalam sebuah sistem. Namun, ketika ditawari menjadi pemimpin dalam menyelesaikan sebuah masalah, orang tersebut justru terdiam dan menunggu pergerakan dari orang lain. Publik pun pasti akan lebih melihat hasil kinerja dari orang yang berani untuk menjawab perubahan. Sedangkan menurut Ridwansyah, seorang pemimpin pasti akan menghadapi 3 godaan, yaitu puja, puji, dan jiwa megaloman (merasa paling benar). Karena itu, mahasiswa bertugas untuk mengingatkan pemimpin agar tidak tergoda oleh ketiga godaan tersebut. Ada satu pertanyaan terakhir dari panitia mengenai kondisi pemerintahan saat ini apakah sudah mendukung kebebasan berpendapat. Menurut Arfi, negara kita sekarang ini sudah terlalu demokratis jika dibandingkan dengan masa lampau dimana media dan organisasi pergerakan ditekan pemerintah. Saat ini kita bisa mengumpulkan pendapat dari masyarakat. Tetapi kekayaan pendapat tersebut harus bisa dikelola dengan baik agar tidak terjadi konflik. Sedangkan menurut Ridwansyah, di zaman sekarang ini sudah tidak ada alasan bagi mahasiswa untuk tidak menyuarakan ide, menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, dan menyampaikan kepedulian kepada mahasiswa. Menurut dia, kesalahan mahasiswa saat ini adalah mereka terlalu fokus pada urusan sosial dan politik. Itu juga menjadi alasan mengapa aktivis mahasiswa terkesan membosankan bagi masyarakat karena mereka hanya fokus pada satu dari berbagai masalah yang ada. Padahal, jika dilihat masih banyak masalah yang terjadi di segala bidang yang belum dikaji oleh mahasiswa. Contoh, masalah tata ruang kota Bandung saat ini harusnya bisa dikaji oleh mahasiswa jurusan tata kota. Atau masalah impor bahan makanan pokok yang harusnya bisa dikaji oleh mahasisawa jurusan pertanian. Setelah talkshow selesai digelar, Ketua Pelaksanan Kompas ITB bersama Presiden KM ITB secar resmi membuka rangkaian kegiatan Kompas ITB. Pembukaan tersebut ditandai dengan membuka bungkusan yang berisi simbol dimulainya pelaksanaan Kompas ITB 2016. Laporan: Teddy S. Apriana, Menteri Kominfo Kabinet Komando 2016-2017 |
Kementerian Kominfo
Kementrian yang berfokus pada kemajuan informasi dan komunikasi Keluarga Mahasiswa Polman Archives
November 2016
Categories
All
|